Selasa, 06 September 2016

Resensi Cerpen Layung

Menelaah Lebih Dalam Cerpen Layung
Oleh: Dhani Susilowati




 Judul       : Layung
Penulis    : Zahratul Wahdati, dkk.
Penerbit : Komojoyo Press
Cetakan  : Cetakan pertama Februari 2016
Tebal       : XIV+ 146 halaman
ISBN        : 978-602-73680-6-4




           Seperti disuguhi teka-teki yang harus saya pecahkan. Begitulah yang terjadi ketika saya membaca cerpen “ Layung” karya Zahratul Wahdati. Saya geram dan kadang menerka-nerka bagaimana akhir cerita dalam cerpen ini, tetapi nyatanya dugaan saya tentang akhir cerita tidak sama dengan akhir yang dikisahkan oleh penulis. Ini yang membuat cerpen “Layung” sangat menarik. Akhir dalam cerita tidak mudah ditebak oleh pembaca. Cerita yang dipaparkan oleh penulis, juga tidak terkesan membosankan, karena cerita semacam ini,  jarang diangkat atau dikisahkan oleh penulis lain.
            Selain itu, saya merasa lebih menikmati dalam membaca cerpen ini, karena saya (pembaca) ikut dilibatkan dalam cerita. Seperti kutipan berikut:
“Namun, akan kucoba ceritakan seperti apa sosok hitam itu, agar kau percaya bahwa cerita ini benar-benar terjadi. Bukan khayalanku.”
Bukankah pembaca akan semakin tertarik untuk membaca sebuah cerita ketika ia dilibatkan?
            Nah! Ada lagi yang lebih menarik pada cerpen ini. Ketika pembaca telah dilibatkan, penulis juga membuat pembaca semakin terjerumus dalam cerita tersebut. Dalam memaparkan cerita ini, penulis menggambarkan suasana dalam cerita dengan sangat apik. Sehingga pembaca seolah-olah ikut merasakan suasana yang terjadi di dalam cerita. Seperti kutipan berikut:               
“Sejak sosok hitam itu berdiri di sisi kiriku, menangkap napas pun aku kesulitan. Tubuhku terus menggigil. Aku memejamkan mata, tetapi tak berhasil. Kadang, tak sengaja aku mengintip dan menemukan sosok hitam itu semakin mengerikan setiap harinya. Bentuknya tinggi dan besarnya berkali lipat pohon randu tua di belakang rumahmu. Tubuhnya gelap lebih pekat berkali lipat suasana ketika malam hari dan PLN mencabut sambungan listrik desa. Matanya berkali lipat seperti bola kasti yang dicelupkan ke aspal cair. Gelap pekat. Kuputiskan memakai kain hitam tebal untuk menutupi mataku.”
Pastilah pembaca akan merinding jika membayangkan betapa ngerinya sosok hitam yang ada di sebelah kiri Layung. Menurut saya, teknik penulis dalam mendeskripsikan suasana terbilang sukses.
            Cerpen “Layung” menyuguhkan konflik batin yang hebat pada tokoh Layung dalam cerita ini. Bagaimanapun upaya seseorang  untuk menutupi kenangnnya, saya kira tidak akan berhasil. Menurut pendapat saya, kenangan memang tidak diciptakan untuk dilupakan, tetapi untuk dijadikan pelajaran yang berharga di masa depan. Seperti Layung yang pada akhirnya memutuskan untuk tidak kembali pada kenangannya yaitu Ibu, demi menjaga posisinya yang tinggi.
            Namun, jika dilihat dari segi pesan moral (amanat), tentu cerpen ini banyak mengajarkan pelajaran yang berharga untuk pembaca. Misal, meskipun seorang ibu berlaku tidak menyenangkan kepada kita, tentu saja kita harus tetap mengakuinya. Tidak seperti Layung yang memilih meninggalkan ibunya karena salah paham bahwa ibu telah membunuh adiknya, Demi.  Begitu pula dengan sosok ibu, seorang ibu, hendaknya menciptakan suasana rumah yang nyaman untuk anaknya, bukan menjadikan rumah seperti neraka. Sebagaimana kutipan berikut:
“Rumah itu masih kusebut neraka, tempatmu berpelukan dengan lelaki yang setiap hari berbeda. Tempat yang kutolak kusebut rumahku.”
Tentu, masih banyak pesan moral lainnya yang disampaikan penulis melalui cerpen ini.
            Membahas cerpen “Layung” memang penuh dengan keindahan. Penulis menggunakan gaya bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca. Meskipun demikian, ada beberapa kesalahan dalam penulisan, seperti penulisan kata “piyama” yang seharusnya ditulis “piama” dan penulisan kata “digubis” yang saya kira maksudnya adalah “digubris”, serta kata “supir” yang seharusnya ditulis “sopir”. Terkadang penulis memang melakukan kesalahan dari segi penulisan, misalnya typo atau kesalahan EYD. Maka dari itu, seyogyanya seorang penyunting lebih jeli dalam meneliti teks.
            Satu lagi yang perlu diperhatikan penulis dalam cerpen ini. Logika cerita. Saya menemukan keganjalan pada tokoh Layung. Seperti kutipan berikut:
                                    “Dengan menggunakan motor, aku menjauh dari kau.”
Mengapa Layung harus pergi dengan mengendarai motor? Sedangkan ia orang yang mampu dan berpangkat tinggi. Dia adalah seorang Bos dari sebuah perusahaan, ia juga memiliki seorang supir yang siap mengantarnya kemanapun ia pergi. Mengapa Layung masih mengendarai motor? Bukankah akan lebih pantas jika dia mengendarai mobil?
            Terlepas dari semua kelebihan dan kekurangan pada cerita ini, tentu cerpen “Layung” yang telah dinobatkan sebagai juara pertama dari Lomba Antologi Cerpen UKM KIAS Se-Universitas PGRI Semarang, memberikan kesan yang berbeda pada setiap pembaca. Namun, bagi saya, cerpen ini luar biasa.

1 komentar:

  1. Free Betting Tips - Soccer 100
    This is a comprehensive list of 100+ betting tips, covering all key areas and important aspects of a successful football betting. All 토토 사이트 코드 of the below are covered in full

    BalasHapus