Menelaah Lebih Dalam Cerpen Layung
Oleh:
Dhani Susilowati
Judul : Layung
Penulis : Zahratul Wahdati, dkk.
Penerbit : Komojoyo Press
Cetakan : Cetakan pertama Februari 2016
Tebal : XIV+ 146 halaman
ISBN : 978-602-73680-6-4
Seperti disuguhi teka-teki yang
harus saya pecahkan. Begitulah yang terjadi ketika saya membaca cerpen “
Layung” karya Zahratul Wahdati. Saya geram dan kadang menerka-nerka bagaimana
akhir cerita dalam cerpen ini, tetapi nyatanya dugaan saya tentang akhir cerita
tidak sama dengan akhir yang dikisahkan oleh penulis. Ini yang membuat cerpen
“Layung” sangat menarik. Akhir dalam cerita tidak mudah ditebak oleh pembaca. Cerita
yang dipaparkan oleh penulis, juga tidak terkesan membosankan, karena cerita
semacam ini, jarang diangkat atau
dikisahkan oleh penulis lain.
Selain itu, saya merasa lebih
menikmati dalam membaca cerpen ini, karena saya (pembaca) ikut dilibatkan dalam
cerita. Seperti kutipan berikut:
“Namun, akan kucoba ceritakan seperti apa sosok hitam itu, agar
kau percaya bahwa cerita ini benar-benar terjadi. Bukan khayalanku.”
Bukankah
pembaca akan semakin tertarik untuk membaca sebuah cerita ketika ia dilibatkan?
Nah! Ada lagi yang lebih menarik
pada cerpen ini. Ketika pembaca telah dilibatkan, penulis juga membuat pembaca
semakin terjerumus dalam cerita tersebut. Dalam memaparkan cerita ini, penulis
menggambarkan suasana dalam cerita dengan sangat apik. Sehingga pembaca
seolah-olah ikut merasakan suasana yang terjadi di dalam cerita. Seperti
kutipan berikut:
“Sejak sosok hitam itu berdiri di sisi kiriku, menangkap napas pun
aku kesulitan. Tubuhku terus menggigil. Aku memejamkan mata, tetapi tak
berhasil. Kadang, tak sengaja aku mengintip dan menemukan sosok hitam itu
semakin mengerikan setiap harinya. Bentuknya tinggi dan besarnya berkali lipat
pohon randu tua di belakang rumahmu. Tubuhnya gelap lebih pekat berkali lipat
suasana ketika malam hari dan PLN mencabut sambungan listrik desa. Matanya
berkali lipat seperti bola kasti yang dicelupkan ke aspal cair. Gelap pekat.
Kuputiskan memakai kain hitam tebal untuk menutupi mataku.”
Pastilah
pembaca akan merinding jika membayangkan betapa ngerinya sosok hitam yang ada
di sebelah kiri Layung. Menurut saya, teknik penulis dalam mendeskripsikan
suasana terbilang sukses.
Cerpen “Layung” menyuguhkan konflik
batin yang hebat pada tokoh Layung dalam cerita ini. Bagaimanapun upaya
seseorang untuk menutupi kenangnnya,
saya kira tidak akan berhasil. Menurut pendapat saya, kenangan memang tidak
diciptakan untuk dilupakan, tetapi untuk dijadikan pelajaran yang berharga di
masa depan. Seperti Layung yang pada akhirnya memutuskan untuk tidak kembali
pada kenangannya yaitu Ibu, demi menjaga posisinya yang tinggi.
Namun, jika dilihat dari segi pesan
moral (amanat), tentu cerpen ini banyak mengajarkan pelajaran yang berharga
untuk pembaca. Misal, meskipun seorang ibu berlaku tidak menyenangkan kepada
kita, tentu saja kita harus tetap mengakuinya. Tidak seperti Layung yang
memilih meninggalkan ibunya karena salah paham bahwa ibu telah membunuh
adiknya, Demi. Begitu pula dengan sosok
ibu, seorang ibu, hendaknya menciptakan suasana rumah yang nyaman untuk
anaknya, bukan menjadikan rumah seperti neraka. Sebagaimana kutipan berikut:
“Rumah itu masih kusebut neraka, tempatmu berpelukan dengan lelaki
yang setiap hari berbeda. Tempat yang kutolak kusebut rumahku.”
Tentu, masih
banyak pesan moral lainnya yang disampaikan penulis melalui cerpen ini.
Membahas cerpen “Layung” memang
penuh dengan keindahan. Penulis menggunakan gaya bahasa yang mudah dipahami
oleh pembaca. Meskipun demikian, ada beberapa kesalahan dalam penulisan,
seperti penulisan kata “piyama” yang seharusnya ditulis “piama” dan penulisan
kata “digubis” yang saya kira maksudnya adalah “digubris”, serta kata “supir”
yang seharusnya ditulis “sopir”. Terkadang penulis memang melakukan kesalahan
dari segi penulisan, misalnya typo atau
kesalahan EYD. Maka dari itu, seyogyanya seorang penyunting lebih jeli dalam meneliti
teks.
Satu lagi yang perlu diperhatikan
penulis dalam cerpen ini. Logika cerita. Saya menemukan keganjalan pada tokoh
Layung. Seperti kutipan berikut:
“Dengan
menggunakan motor, aku menjauh dari kau.”
Mengapa
Layung harus pergi dengan mengendarai motor? Sedangkan ia orang yang mampu dan
berpangkat tinggi. Dia adalah seorang Bos dari sebuah perusahaan, ia juga
memiliki seorang supir yang siap mengantarnya kemanapun ia pergi. Mengapa
Layung masih mengendarai motor? Bukankah akan lebih pantas jika dia mengendarai
mobil?
Terlepas dari semua kelebihan dan
kekurangan pada cerita ini, tentu cerpen “Layung” yang telah dinobatkan sebagai
juara pertama dari Lomba Antologi Cerpen UKM KIAS Se-Universitas PGRI Semarang,
memberikan kesan yang berbeda pada setiap pembaca. Namun, bagi saya, cerpen ini
luar biasa.
Free Betting Tips - Soccer 100
BalasHapusThis is a comprehensive list of 100+ betting tips, covering all key areas and important aspects of a successful football betting. All 토토 사이트 코드 of the below are covered in full